bajalinks.com – Masalah utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung atau Whoosh ini dipandang sebagai bom waktu yang bisa meledak kapan saja. Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (Persero) Bobby Rasyidin mengungkapkan hal tersebut saat rapat dengar pendapat dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Agustus 2025. Proyek yang dimulai di era pemerintahan Presiden Joko Widodo kini berada di bawah tanggung jawab Presiden Prabowo Subianto, yang berkomitmen untuk menyelesaikan isu utang tersebut.
Joko Widodo menyatakan bahwa pembangunan Whoosh tidak semata-mata untuk keuntungan finansial, tetapi sebagai investasi sosial yang bertujuan mengatasi masalah kemacetan di wilayah Jabodetabek dan Bandung. Menurutnya, kemacetan yang berlangsung selama dua dekade ini menyebabkan kerugian ekonomi mencapai Rp 65 triliun per tahun hanya di Jakarta, dan Rp 100 triliun di Jabodetabek.
Prinsip dasar proyek ini adalah memberikan layanan publik yang optimal tanpa tujuan mencari laba, dengan keuntungan sosial seperti penurunan emisi karbon, peningkatan produktivitas, dan pengurangan polusi. Whoosh mulai beroperasi secara komersial pada 17 Oktober 2023 dengan total biaya mencapai USD 7,22 miliar. Awalnya, biaya proyek diperkirakan USD 6,02 miliar, namun mengalami pembengkakan akibat berbagai masalah, termasuk harga lahan.
Dari total biaya, sekitar 75 persen dibiayai melalui utang dari Bank Pembangunan China (CDB) senilai USD 5,415 miliar. Dengan bunga tahunan utang pokok 2 persen, beserta bunga untuk pembengkakan biaya sebesar 3,4 persen per tahun, PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) selaku pengembang harus membayar sekitar USD 120,9 juta atau hampir Rp 2 triliun setiap tahunnya.