bajalinks.com – Rencana pencabutan insentif kendaraan listrik di Indonesia memerlukan evaluasi mendalam, terutama di tengah ketidakpastian ekonomi global yang mempengaruhi harga minyak mentah. Hal ini disampaikan oleh Ibrahim Assuaibi, seorang pengamat ekonomi, yang menyoroti bahwa industri mobil listrik di Indonesia masih dalam tahap pertumbuhan.
Menurut Ibrahim, saat ini, pasar mobil listrik masih menghadapi tantangan dalam menentukan strategi yang tepat untuk menarik minat konsumen. Ia menegaskan bahwa pelaku industri perlu menggali potensi produk dan harga yang sesuai untuk masyarakat. “Kami sedang dalam fase di mana para pemangku kepentingan perlu memilah dan mempertimbangkan bagaimana cara untuk mengoptimalkan produk mereka,” katanya pada Rabu (31/12/2025).
Ia juga membandingkan kondisi ini dengan industri kendaraan berbahan bakar fosil yang sudah lebih mapan, yang memiliki pengalaman dalam mengganti strategi pemasaran di tengah perubahan kondisi ekonomi. Ibrahim mengungkapkan bahwa produsen mobil berbahan bakar fosil cenderung lebih adaptif dalam menghadapi tantangan ekonomi.
Lebih lanjut, Ibrahim memperingatkan bahwa jika insentif untuk kendaraan listrik dicabut, dan pajak kendaraan listrik disamakan dengan kendaraan berbahan bakar minyak, hal tersebut dapat menurunkan minat masyarakat terhadap mobil listrik. Ia menekankan pentingnya mempertimbangkan ketergantungan Indonesia terhadap impor BBM, yang dapat diperparah jika harga mobil listrik menjadi lebih mahal akibat pencabutan insentif tersebut.
Dengan situasi ini, stabilitas pasar kendaraan listrik di Indonesia tetap menjadi perhatian penting, guna memastikan masa depan industri yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.