bajalinks.com – Realisasi penarikan utang baru Indonesia hingga 31 Oktober 2025 mencapai Rp570,1 triliun. Angka ini mencakup 77,94 persen dari total target pembiayaan utang yang ditetapkan dalam Laporan Semester (Lapsem) sebesar Rp731,5 triliun.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menjelaskan bahwa pembiayaan utang dilakukan dengan prinsip kehati-hatian, fleksibilitas, dan kedisiplinan. Tujuannya adalah menjaga agar tingkat utang negara tetap berada dalam batas yang aman. Dalam konferensi pers APBN KiTa yang diadakan pada 20 November 2025, Suahasil menegaskan bahwa realisasi pembiayaan utang hingga saat ini sudah mencapai Rp570,1 triliun dari target yang telah ditentukan.
Selain utang, pemerintah juga mencatat pembiayaan non-utang yang menunjukkan angka minus Rp37,2 triliun, atau sekitar 53,53 persen dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pembiayaan non-utang ini tidak meningkatkan utang negara, melainkan berfokus pada investasi di sektor-sektor tertentu.
Secara keseluruhan, realisasi pembiayaan hingga 31 Oktober 2025 mencapai Rp532,9 triliun, yang setara dengan 80,5 persen dari outlook Lapsem yang diperkirakan sebesar Rp662 triliun. Pembiayaan ini bertujuan untuk menutupi defisit anggaran yang ditargetkan sebesar 2,78 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Di samping itu, pemerintah juga telah mendapatkan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk memanfaatkan Saldo Anggaran Lebih (SAL) sebesar Rp85,6 triliun. Penggunaan SAL ini bertujuan untuk mengurangi kebutuhan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) pada tahun 2025.