bajalinks.com – Isu redenominasi mata uang Rupiah kembali menjadi perhatian di Indonesia. Meskipun rencana untuk menyederhanakan nilai Rupiah dari Rp1.000 menjadi Rp1 belum direncanakan dalam waktu dekat, diskusi mengenai hal ini terus berlangsung.
Ketua Badan Anggaran DPR RI, Said Abdullah, menegaskan bahwa tidak ada rencana untuk membahas revisi undang-undang mengenai redenominasi pada tahun 2025-2026. Namun, isu ini sudah tercantum dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) jangka panjang. Abdullah juga menyatakan bahwa pemerintah memperkirakan pembahasan akan dilakukan pada tahun 2027. Dia menekankan pentingnya sosialisasi dan literasi keuangan yang lebih baik kepada masyarakat sebelum pelaksanaan redenominasi.
Meskipun belum ada langkah pasti, Indonesia dapat mengambil pelajaran dari negara-negara yang pernah melakukan redenominasi. Contohnya, Jerman yang pernah mengalami perubahan mata uang pasca-Perang Dunia I. Mata uang Goldmark yang awalnya didukung oleh standar emas terdevaluasi dan berganti nama menjadi Papiermark. Akibat pencetakan uang yang tidak terkontrol, inflasi mencapai 29.500% pada tahun 1923, dan akhirnya Pemerintah Jerman menerbitkan Rentenmark untuk menstabilkan ekonomi.
Contoh lainnya adalah Republik Tiongkok, yang menghadapi hiperinflasi pada tahun 1948-1949. Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah memperkenalkan yuan emas yang menggantikan mata uang lama dengan perbandingan 3.000.000:1. Namun, inflasi tetap tinggi, mencapai lebih dari satu juta persen per tahun.
Dari berbagai pengalaman ini, jelas bahwa redenominasi memerlukan perencanaan dan pemahaman yang mendalam untuk mencapai stabilitas ekonomi yang diinginkan.